When Besfriend Get Married.

527d68f65099_¸±±¾

 

Hallo… Saya kembali lagi, kali ini saya kembali posting cerita, tapi bukan FF, untuk cerita lanjutan, atau epilog, saya masih belum punya mood menyelesaikan cerita itu. Maaf banget ya ^^ hehehehe,,,

Ini adalah cerita tentang dua orang sahabat yang kepentok dan nggak punya jalan lain selain married. Maukah anda membacanya? ^^

 

Dengan *malu-Malu* saya mempersembahkan, When Best friend Get Married!

 

 

Bab 1

 

 

“Kamu itu sudah besar, Nduk. Jangan kerjanya cuma ongkang-ongkang kaki. Cari kerja, kerja yang bener jangan Cuma nyantai-nyantai begini,” ibu terlihat kesal karena Gendis hanya menggeram kesal sembari menutup kupingnya dengan bantal. Tiap hari ibu mengomel gaya hidupnya yang—menurutnya sih tentram—amburadul dan tak tertata. Ibu selalu mengomel tentang bagaimana baiknya seorang perempuan, seperti memasak, bangun pagi, rajin, membersihkan rumah dan sebagainya. Bukan seperti dirinya yang kucel dan selalu menomorsatukan kebebasan dan kesenangan. Gendis memang gadis yang sembrono, semuanya terserak di mana-mana. Tidak rapi dan banyak mengatakan dia jorok.

“Bu, kalau pagi-pagi ke sini Cuma mau ngomelin Gendis, mending ibu ke pasar aja. Beliin apa gitu,” gerutu Gendis sembari duduk di atas tempat tidurnya. Perlu di ingat, Gendis sudah tinggal terpisah dengan orang tuanya. Ia menggeluti bisnis online pakaian dan tas import. Membuatnya cukup untuk menyewa salah satu rumah di kawasan ibukota. Ibu mengeluh lagi, ngidam apa dia dulu sampai-sampai dapat anak yang bandel nya seperti Gendis. Ibu mempunyai anak lima dan semuanya perempuan, tapi hanya Gendis yang tak dapat di atur. Anak nomor dua yang bandelnya kelewatan.

“Gendis, kamu liat itu Mbak Ningsih, Nilam, Fika sama Tiwi. Mereka nggak pernah sekali pun membantah ibu. Kamu itu ya, pokoknya mandi habis itu cari kerja yang bener.”

Gendis cemberut. Err, kalau menurut orang hari senin adalah hari menyebalkan, maka menurut Gendis, hari sabtu adalah hari yang menyebalkan . Gendis bangkit dari duduknya bergegas ke kamar mandi. Setelah semua kewajiban pagi selesai, ia duduk di depan meja makan, duduk menunggu instruksi ibu yang sudah tak mengomel. Terlihat ibu sangat lihai dengan pisau dan penggorengan.

“Dis, Ibu dengar Bagas katanya mau ngemalar pacarnya, bener ya?” tanya Ibu sembari membolak-balikkan telur dadar yang dicampur cabai rawit dan merah. Gendis mengangguk, menyaut dalam kata Hmm. Setahunya, Bagas sudah menyiapkan lamaran jauh-jauh hari.

“Ibu ketinggalan ini,” Gendis mengernyit.

“Ketinggalan apa, bu?” tanya Gendis keheranan. Ibu merengut, lalu mengangkat telur dadar dari wajan dan meletakkannya di atas piring. Kemudian menyajikan sarapan pagi di atas meja. Nasi goreng, telur dadar dan teh hangat, paduan yang serasi saat hujan tengah mengguyur. Ibu tampak tak senang, dan Gendis hanya menanggapinya dengan cuek.

“Ibu kirain Bagas itu serius sama kamu, tiap hari main kerumah, bawa kamu jalan, ternyata dia selingkuh di belakang kamu,” Gendis yang sedang menyendokkan nasi goreng tersedak. Heran! Siapa yang tidak heran, seingat Gendis, mereka sudah menjelaskan perihal hubungan mereka. teman. Nggak ada yang namanya pacaran apalagi sampai mau nikah. Mimpi pun enggak!

“Ibu, aku sama Bagas cuma temen buk. Bespren!” jawabanya sembari meminum teh. Kesal.

Ibu mengangkat bahu. Lalu ikut sarapan bersama anak gadisnya. Tiap seminggu dua kali, ibu selalu menyempatkan dirinya untuk datang mengunjungi Gendis, entah untuk memasakan gadis itu sarapan atau hanya mengomelinya. Gendis sangat hidup tak sehat, hobi bergadang, dan kadang pekerjaannya—yang kata dia paling enak di dunia—menyita waktu istirahat. Tiap sabtu dan minggu Gendis selalu berangkat ke salah satu rumah sewanya yang lain, tempat ia menyimpan barang-barang online nya dan memeriksa pegawai-pegawainya. Selain itu, Gendis juga sibuk tak jelas di depan computer. Gendis memang sudah menjelaskan, jika pekerjannya ini hanya berhadapan dengan computer,ponsel dan jasa pengiriman. Cuma ibu kok nggak srek melihat cara hidup anaknya. Dan karena pekerjannya itu, Gendis sering di rumah atau mengurung diri di ruangan. Kapan ibunya bisa dapat mantu coba. Kandidat mantu paling oke sebentar lagi menikah. Bagas. Armando Bagas Wijaya. Ibu-ibu kompleks juga mengakui jika Bagas adalah kandidat mantu paling best deh. Soalnya Bagas adalah lelaki yang bertanggung jawab, tampan dan mandiri. Ia membuka usaha bengkel dan café. Bekerjasama dengan beberapa perusahaan pemerintah selain itu dia juga membuka showroom mobil. Tak heran kenapa banyak sekali ibu-ibu yang suka membicarakan Bagas. Tangkapan yang bagus.

Ketika dua orang itu sibuk dengan pikirannya masing-masing, ketukan pintu di rumah sewa Gendis terdengar. Gendis bergegas keluar melihat siapa yang datang. Bagas! Panjang umur itu bocah. Pikir Gendis. Segera ia memutar kunci dan membuka pintu. Wajah kusut Bagas menyambutnya.

“Sehat?” tanya Gendis langsung, Bagas menggeleng. Ia melihat motor ibu Gendis sedang terpakir di depan.

“Ada ibu, ya?” tanya Bagas tak enak. Gendis mengangguk.

“Demam?” tanya Gendis khawatir. Bagas menggeleng lagi.

“Dis, siapa nduk?” suara ibu terdengar ramah. Gendis menyunggingkan senyum lesu. “orang tanya alamat bu!” teriak Gendis sesukanya. Bagas tersenyum masam. Bukan waktu yang tepat untuk bertamu sekarang. Ada ibu Gendis dan dijamin prosesnya bakalan lama.

“Mau masuk dulu?” tawar Gendis. Bagas menggeleng.

“Ntar aja kalau ibu lo udah nggak di rumah. Otak gue mau pecah rasanya,”

“Oke,”

 

***

Bagas keluar dari rumahnya dengan perasaan kesal dan marah. Ayah tak merestui lamarannya pada Niken. Kata Ayah, Niken tak pernah bisa membuat Bagas bahagia, bukan itu saja ayah berkeras jika Niken tak akan bisa menangangi emosi Bagas yang kacau.

Beberapa kali Bagas beradu mulut dengan Ayahnya. andai saja, ibunya masih hidup, pasti ia tak akan pernah merasa sendiri. Biasanya, jika ia berkelahi dengan Ayah selalu ada Nenek Sum yang membantunya untuk menenangkan ayah atau membujuknya. Pembatu senior itu selalu bisa mengendalikan ayahnya. tapi dulu. Sekarang Nenek Sum sudah tenang di alamnya. Duatahun lalu ada masa tersulit bagi Bagas. Nenek Sum meninggalkan mereka semua, dan ketahuilah, Bagas langsung demam dan harus dirawat. Pikirannya terganggu, sejak kecil semenjak kematian ibunya, Bagas tak bisa menerima kabar buruk mengenai masalah hidup. Batinnya mudah terguncang, dan hanya satu wanita yang dapat membuat tersenyum atau mungkin bertahan lebih lama. Hadirnya Niken dan si pemalas Gendis.

Niken selalu bisa membuatnya tersenyum dengan leluconnya atau interaksi wanita itu dengan anak-anak TK. Anak ajarnya. Bagas tak sengaja bertemu dengan Niken dua tahun lalu, selesai pemakaman Nenek Sum, Bagas hampir tak sengaja menabrak anak muridnya. Dan mereka bertemu. Bagai air yang mengalir mengikuti arahnya. Ia dan Niken saling cocok dan ingin melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Namun apa daya, Ayahnya tak setuju.

Bagas kesal dan ingin memaki. Namun tak tahu harus mencurahkan emosi berlebihnya pada siapa, kecuali Gendis. Teman baiknya sejak dulu. Tapi melihat Gendis tak bisa menemuinya karena sang ibu masih di dalam, akhirnya Bagas memilih untuk duduk di dalam mobil. Menunggu hingga wanita paruh baya itu meninggalkan rumah putrinya.

 

***

Gendis ngeri melihat Bagas yang menonjok sak tinju dengan membabi buta. Well bukan itu saja, pakaian lelaki itu sangat tak cocok dengan apa yang sedang dikerjakannya.

“Gas,” Gendis memanggilnya dengan lembut, dan lelaki itu tetap tak mendengarkan panggilannya. Berpura-pura tuli dan bisu adalah yang terbaik saat ini. pakaiannya sudah tak selengkap saat datang tadi. Jas dan dasinya sudah dilepaskan, kemeja hitam yang membalut tubuh atletisnya sudah tak berbentuk sempurna. Lengannya sudah di gulung hingga siku dan wajahnya sudah menunjukkan kelelahan.

“Lo pingsan, gue nggak mau ngangkut. Terserah sana lo mau membusuk dengan keringat lo,” ujar Gendis lalu bangkit dari duduknya dan bergegas meninggalkan ruangan khususnya. Sebenarnya yang mengusulkan ruangan itu adalah Bagas. Ruangan itu selalu di pakai Bagas apabila lelaki itu tak bisa menahan emosinya. Dan kadang, Gendis juga suka memakai ruangan itu. Kata Bagas itu ruangan pembuang amarah. Gendis mengambil air dingin dari kulkas, duduk di depan meja komputernya dan mulai memeriksa online shop nya. Bisnis yang sudah di gelutinya selama lebih dari lima tahun. OS nya adalah OS terbaik dan selalu meningkatkan kualitas dan kepercayaan konsumen.

Bau parfum bagas tercium mengalahkan aliran keringatnya yang tercucur dari dahi. Lelaki itu duduk di sebelahnya setelah mengambil bangku di ruang makan.

“Lo kenapa, sih?” tanya Gendis tanpa menatap wajah Bagas

“Kesel sama bokap. Gue mau ngelamar Niken, dan bokap nggak bakal kasih restu,”

“Kawin lari aja,” komentarnya singkat. Bagas menjitak kepala Gendis. Ia kesal.

“Bokap lo takut kali, ntar Niken lo sakiti pas kalian berantem. Emosi lo ‘kan nggak bisa stabil,” ujar Gendis sembari mengupload gambar-gambar terbaru barang dagangannya. Bagas menarik napas, kemudian mengambil air minum Gendis yang ada di atas meja. Menegaknya hingga tandas.

“Intinya begitu sih.” Rungut Bagas tak senang, “coba lo bayangin deh Dis, kalau misalnya bokap nggak setuju dengan semua gadis pilihan gue. Terus, gue nikah sama siapa coba? Gila aja gue jadi bujangan seumur hidup.”

Gendis tertawa renyah, lalu menatap Bagas yang sudah sangat kesal “Sama gue gimana?” tawar Gendis lengkap dengan tatapan genit. Bagas mencibir

“Gue yang remuk iya. Ntar bisa-bisa bukan lo yang jadi ibu rumah tangga, gue yang jadi bapak rumah tangga. Kaya gue nggak tahu aja sepak terjang lo di dapur.”Gendis tertawa

“Ya, daripada lo jadi bujangan seumur hidup. Paling nggak berstatus sebagai suami gue, juga nggak buruk-buruk amat,” ujar Gendis dengan santai.

“Terus sekarang, gimana sama Niken? Udah tahu kalau bokap lo nggak setuju?” tanya Gendis dengan serius. Bagas mengangguk.

“Yah, Niken menyerahkan semua keputusan di tangan gue. Kalau memang nggak ada lagi yang bisa di usahakan atas hubungan ini. ya, terpaksa bubar,”

“Usaha dulu deh, ajak Niken makan malam sama bokap lo. Paling enggak, perkenalkan Niken ke dunia lo. Maaf sebelumnya, gue takut aja, bokap lo cemas, perubahan suasana setelah menikah itu kan memang nggak enak. sebaiknya lo dan Niken saling penjajakan lingkungan dulu, lo kenalin Niken tentang dunia lo yang super sibuk terus Niken juga ngenalin dunia dia yang penuh dengan anak-anak. Kalau kalian merasa nggak ada yang mengganjal dan nggak ada yang keberatan, berarti kalian udah siap untuk saling berbagi bersama,” ujar Gendis tenang. Ia menatap Bagas yang mengernyitkan dahinya.

“Gue coba deh saran lo,” Gendis mengangguk menepuk pundak Bagas dengan sayang.

“Kalau lo baik kaya gini terus, mungkin gue betah kali ya jadi suami lo,” canda Bagas

“Err… Mungkin juga sih,” mereka tertawa pelan.

Hari sabtu ini di isi dengan cobaan hubungan Bagas dan Niken. Dan Gendis dengan senang hati membantu teman baiknya.

5 respons untuk ‘When Besfriend Get Married.

  1. Chokyulatte_ika @Guyguy90 berkata:

    Gendis : gue itu karakter.a sma cuma beda.a kerjaan sma gue gak punya bespren cwo spt sdket bagas ama gendis..
    Spt biasa ny.bebek kisah nya keren -,-d

  2. g.elf@zOld berkata:

    Huahhh lma gk mampir ada cerita batu tohh?? Suka ama ceritanya meski genrenya bukan ff 🙂 kyag baca novel bersambung.. Hehe 😀
    Ditunggu lanjutannya, semangat!!

  3. anmimi berkata:

    Kyaaaaa lama gak mampir kesini.. Kangen sama tulisannya mba vivi hehehehhee keren loh critanya, ini pertama kalinya saya baca crita yg castnya bukan irng korea kekekkee seruuuuuu di tunggu ya crita slanjutnya

Your Comment become spirit for me ^ ^