Secret in marriage

Last Chap

“Selamat pagi, Bi,” sapa Nayoung lalu kembali beraktivitas seperti biasanya. Menyiapkan sarapan dan membantu wanita paruh baya itu menyapu halaman, berladang, dan memasak. Bibi Han tersenyum, ia merasa mood Nayoung sedikit lebih baik dari beberapa hari yang lalu.
“Pagi, tidurmu nyenyak?” tanya Bibi Han iseng. Ia ikut membantu Nayoung menyiapkan piring dan mangkuk untuk sarapan mereka hari ini. Nayoung sedikit tergugu saat mendengar pertanyaan Bibi Han. Tidurnya tak nyenyak. Mimpi itu kerap menghantuinya, apakah ini pertanda? Tapi tanda apa? Yunho. Sejujurnya ia khawatir pada lelaki itu. Namun ia pendam, atau tepatnya pura-pura tak peduli.
“Nyenyak,” ujarnya singkat. Nayoung memilih untuk segera ke dapur mengambil sup hangat yang dibuatnya, dan kembali ke meja makan.
“Oh ya Bi, siapa yang menyiapkan air putih di atas nakas?” tanya Nayoung sambil lalu. Bibi Han sedikit terkejut. Ia tersenyum canggung pada Nayoung.
“Bibi, maaf baru Bibi siapkan tadi malam. Bibi lupa pesan ibumu tentang kau sering terbangun tengah malam, dan suka minum air putih,” bohongnya. Nayoung tersenyum mengerti.
“Oh begitu,”entah kenapa Nayoung merasa kecewa, berharap jika suaminya yang datang dan menyiapkan air putih itu.

***
“Enngghh…,” Yunho mencoba membuka matanya perlahan, syukurlah ia bisa selamat. Ia harus keluar dari mobil sekarang juga. Dengan segenap tenaga yang terisisa Yunho membuka pintu mobilnya yang rusak, kaca depan pecah, hingga membuat kepalanya terluka, karena percahan itu mengenai pelipis dan wajahnya. Tangan kirinya juga terasa mati rasa. Yunho membuka pintu mobil sebelah kanan untuk keluar dari sana secepatnya. Ia merogoh ponselnya dan menghubungi 911.

“Lengan kirinya mengalami keretakan, dan harus kita gips. Syukurlah tak ada organ vital yang mengalami kerusakan. Kepalanya hanya terbentur biasa, dan akan segera pulih. Tapi sebaiknya Tuan Jung dirawat di sini dulu,”
Yunho mendengar Dokter berbicara pada seseorang yang entah siapa itu. Yunho memilih untuk diam di tempatnya dan tidur. setelah menghubungi 911, Yunho langsung tak sadarkan diri. Dalam mimpinya Yunho bertemu dengan gadis kecil yang lucu. Umurnya sekitar lima tahunan. Ia manis, senyumnya mirip sekali dengan Nayoung, matanya mewarisi mata musang miliknya, rambut panjangnya yang lurus membuat gadis kecil itu bagai bidadari kecil. Yunho tersenyum,berharap akan muncul lagi mimpi seperti itu. Sangat berharap.
“Daddy… Kau merindukanku?” Yunho tersenyum.
“Kau putriku?” tanya Yunho keheranan.
Gadis cilik itu memberenguk kesal. Ia merajuk dengan menghentakkan kakinya menuju ke arah Yunho.
“Daddy… kau melupakanku?” anak itu kembali membuat Yunho berpikir keras. Yunho tersenyum lagi. ia melangkah mendekat pada putrinya. Gadis cilik itu tersenyum lebar menampilkan deretan gigi susunya. Gadis cilik itu berlari memeluk Yunho yang melangkah padanya.
“Daddy tidak melupakanmu, sayang…,” Yunho memeluknya dengan sayang. Mengusap lembut rambut gadis cilik itu. Seperti inikah putrinya nanti? Cantik, mempesona, dan lucu. Karya Tuhan yang tak dapat ia lihat.
Yunho merenggangkan pelukannya, menatap mata bulat putrinya. “Daddy merindukanmu, sayang… Kenapa kau cepat sekali pergi meninggalkan Daddy dan Mommy-mu?” tanya Yunho sembari merapikan poni rambut putrinya.
“Daddy… jangan begitu, aku sayang kalian. Tapi harus bagaimana, peri-peri itu menjemputku. Membawaku ketempat yang menurut mereka lebih indah daripada dunia.” Yunho tersenyum masam, ia masih menatap putrinya yang berbicara. “Daddy… berjanjilah,”
“Berjanji?”
Gadis cilik itu mengangguk
“Berjanjilah bawa Mom pulang,” Yunho terdiam ditempatnya.
“Mommy-mu tak ingin pulang sayang, Daddy…” Gadis cilik itu menghentikan ucapan Yunho dengan jari mungilnya. Meletakkan jari mungilnya pada bibir Yunho.
“Dad… ini permintaan anakmu. Jebal… Aku menyayangi kalian, aku merindukan kalian, dan aku harap Dad mau memenuhi permintaanku ini,” rengeknya lagi. Yunho tertawa pelan. Lalu mengangguk.

***

Nayoung bergerak gelisah. ia duduk namun pikirannya melayang entah kemana, Yunho, Yunho,Yunho hanya nama itu yang selalu terngiang di otaknya. Apakah ia merindukan lelaki itu, sampai ia berharap Yunho lah yang menaruh air putih di nakas tadi malam.
“Nak, kau kenapa?” tanya Bibi Han yang memerhatikan Nayoung dari tadi. Wanita itu bergerak gelisah,tiap ia melakukan pekerjaan selalu saja ada yang salah. Bibi Han jadi cemas sendiri melihatnya. Nayoung menggeleng.
“Sebaiknya kau beristirahat saja di dalam,” ujar Bibi Han, ia merasa khawatir melihat sikap aneh yang Nayoung tunjukkan sedari tadi. Tanpa banyak kata, Nayoung akhirnya memilih untuk masuk ke dalam kamarnya. Duduk dalam diam, menerawang jauh, dan entah kenapa pikiran dan hatinya malah berhenti pada kilasan masalalunya bersama Yunho. Yunho, lelaki itu lagi.
Senyum, tawa, tatapan, serta pelukannya. Nayoung menyadari ia tak bisa pergi jauh dari lelaki itu. Hati dan jiwanya sudah dimiliki oleh lelaki yang berstatus sebagai suaminya. Airmatanya memeleh, kenapa ia bodoh sekali. Sejauh apapun ia pergi menjauh tetap saja ia tak bisa pergi dengan tenang, karena rumahnya adalah hati lelaki itu. Tempatnya bersandar adalah bahu lelakinya, tempatnya menghilangkan kesedihan adalah pelukan lelakinya. Nayoung mengusap wajahnya frustasi.

***
“Tidak pernah melihat wanita hamil?” Hyejin mendengus sembari menyuapkan sereal paginya. Donghae tak pernah sekalipun melepas tatapannya pada Hyejin. ia terus mengawasi gerak-gerik istrinya, mulai dari kamar mandi tadi hingga sarapan. Hyejin berulang kali meneriakinya karena risih dengan tatapan Donghae.
“Kau menakjubkan,” jawab Donghae membuat Hyejin berhenti mengunyah sejenak. Lalu menyeruput susu putih yang ada disebelah kanannya. Ia menatap Donghae dengan remeh.
“Langsung pada point nya Donghae-ssi,” Hyejin menenangkan detak jantungnya yang berdebar kencang. Bayi dalam kandungannya juga menendang keras seakan setuju dengan ucapan ibunya.
“Maaf,” ujar Donghae masih menatap mata Hyejin. mata itu selalu indah, damai dan menyejukkan. Donghae tak akan pernah melepaskan wanitanya lagi. tak akan, sampai maut memisahkan mereka.
“Aku ingin membayar semua kesalahanku padamu,” ujar Donghae mantap. Hyejin mengernyit, lalu menarik napasnya sebentar. Matanya menatap Donghae—yang masih menatapnya lekat—lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Hentikan omong kosong ini, Donghae-ssi!” ketus Hyejin dengan tak sabar. Jika ia terus berdebat dengan Donghae, bisa dipastikan hatinya akan goyah lagi. ia pasti akan memaafkan lelaki itu. Tidak, belum saatnya lelaki itu diberikan maaf. Donghae belum merasakan sakit hatinya.
“Ssi?” itu bukan pertanyaan, melainkan ucapan kekecewaan terhadap dirinya sendiri. Seburuk itukah ia sekarang, sampai istrinya memanggil dengan embel-embel ssi? Donghae tertawa miris.
“Itu bukan hanya omong kosong, aku benar-benar menyesal, Hyejin. Aku akan membayar semua kesalahanku padamu,” Donghae kembali memohon
Hyejin bangkit dari duduknya, “jangan habiskan waktumu di sini, pulanglah. Banyak yang menunggumu di rumah,” tandas Hyejin lalu meninggalkan Donghae yang terdiam di kursinya.
Donghae memejamkan matanya, lalu menyambar lengan Hyejin yang jauh darinya.
“Apa aku harus berlutut? Jika itu memang maumu, maka akan kulakukan,” Donghae bersiap untuk menekuk kakinya.
“Demi kau dan anak kita, aku bersumpah tidak akan membuatmu kecewa lagi, meski aku tak bisa menjajikan kebahagiaan, tapi aku berusaha untuk membuatmu menangis lagi. Hyejin…,” bibir Donghae hendak menyentuh kaki Hyejin.
“Hentikan Donghae-ssi,” ujar Hyejin parau. Sial. Hormon sialan.
Donghae menggeleng, sampai akhirnya Hyejin menyentakkan tangan Donghae. “Hentikan ini,” ujar Hyejin serak. Donghae menatap Hyejin yang terlihat memerah—entah menahan marah atau ingin menangis.
“Aku tak memberikan kesempatan untuk ketiga kalinya Lee Donghae.” Ujar Hyejin akhirnya. Donghae tersenyum simpul sebelum merengkuh Hyejin dalam pelukannya.

Kau sedang hamil Hyejin, kau tak punya siapa-siapa saat ini. setidaknya bagilah sakit itu pada suamimu.

Nanti, ia akan mengucapkan terima kasih pada Yunho.

***

“Kau sudah sadar?” Yunho mengangguk, bibirnya masih terasa sakit untuk berbicara. Beberapa bekas serpihan kaca membuat wajah dan bibirnya perih. Wanita itu tersenyum lalu duduk disamping ranjang Yunho.
“Max dan Yoochun sedang keluar mencari makanan,” ujar Hyera—istri Yoochun. Yunho mengangguk.
“Kau ingin aku menghubungi istrimu?” tanya Hyera memastikan. Bagaimanapun ia seorang wanita bersuami. Pastilah ia akan khawatir karena semalaman suaminya tak pulang kerumah. Yunho berusaha menarik bibirnya untuk tersenyum.
“Tak usah, aku tak pa-pa,” ujar Yunho menenangkan. Biarlah ia merasakan sakit itu sendiri, setidaknya untuk saat ini ia ingin menenangkan hatinya. Bayangan wajah putri kecilnya kembali terngiang. Apakah lima tahun ke depan putrinya akan tumbuh cantik seperti mimpi itu? Ya Tuhan. Yunho memejamkan matanya. Ia tahu sakit yang dirasakan Nayoung jauh lebih dalam dari apa yang ia rasakan saat ini.
Hyera menarik napasnya, kemudian mengangguk. Ia melihat siluet Max dan suaminya.
“Baiklah, mereka sudah tiba. Aku tinggal dulu,” ujar Hyera dan bergegas meninggalkan Yunho. Yoochun dan Max datang dengan membawa beberapa makanan dan minuman.
“Gwencana Hyeong? (kau taka pa-apa, Kak)”tanya Max sambil lalu. Ia menyesap cappuccino icenya dengan nikmat. Yunho mendengus kesal melihat bocah itu. Wajahnya sama sekali tak menunjukkan rasa khawatir.
“Kau tidak ingin menghubungi keluargamu?” Yoochun memastikan lagi.
“Tak usah, nanti mereka khawatir. Dan aku benci itu,”Yunho berkata jengah. Suami-istri ini benar-benar membuatnya pusing sendiri.
“Untung saja saat itu Hyera sedang bertugas. Jadi dia langsung menghubungiku,” ujar Yoochun.
“Kapan aku bisa pulang?” tanya Yunho serak. Max berhenti menyedot cappuccino icenya dan menatap Yunho dengan tatapan heran.
“Kau belum 1×24 jam di sini Hyeong. Lukamu juga masih basah, kau tak lihat itu.” Tunjuk Max pada beberapa bagian yang ada di tubuh Yunho. “Kau mau cari mati? Oh tidak, kau ingin member kejutan untuk istrimu?” cerocos Max tak habis pikir. Yoochun mengangguk.
“Kau harus dirawat paling tidak sampai kau bisa berbicara kembali, sampai lukamu mengering,” ujar Max lalu menyedot cappuccino icenya lagi.
“Banyak yang harus aku lakukan, Max,” Yunho menatap Max dengan memelas. Max menggeleng
“Tidak!” ujar Max dengan nada tegas. “Aku akan memantaumu Hyeong, kalau kau merengek minta pulang, akan aku tending pantatmu yang sexy itu,”
Yoochun mengulum senyumnya, memangnya berani Max menendang pantat Yunho? Cish. Dasar besar mulut.
“Sampai lukamu kering Yunho-ya,” ujar Yoochun memberikan saran.
“Baiklah, besok aku akan pulang. Dan kau, berani kau menyentuh pantatku, akan kupastikan kau tidak lagi praktek dirumah sakitku,” ancam Yunho dengan kesal.
“Diktator.” Ejek Max sembari memeriksa selang infuse Yunho.
Yunho mendengus.

***

Taehwan tersenyum mendengar berita tentang kecelakaan Yunho dari seorang tangan kanannya. Wow… padahal ia berlum turun tangan untuk menghabisi lelaki itu, sepertinya Tuhan memang menyanginya. Ponsel Taehwan berdering, ia mengambil itu dan melihat siapa penelponnya.
Gina
Entah kenapa senyumnya kini mengembang semakin manis. Mau apa wanita itu menghubunginya? Apakah wanita itu ingin merengek padanya? Tanpa basa-basi ia langsung menjawab panggilan Gina.
“Aku ingin bertemu,” ujar Gina dengan suara tenang. Taehwan cukup terkejut mendengarnya
“Baiklah, di mana?”
“Café di depan apartemenmu, aku di sana,” Taehwan mengangguk.
Gina menatap nyalang pada lelaki di depannya. Sosok angkuh,sombong dan tidak berperasaan ada di depannya saat ini. rasanya ia ingin menumpahkan kotoran atau apapun yang dapat dirahinya pada lelaki itu. Ingin sekali. Wajah tampannya kini sudah tertutup oleh kelakuan kotornya, jadi ia tak salah kan menganggap lelaki itu sama seperti sampah.
“Ada apa?” tanya Taehwan menatap Gina tenang. Ia tahu lawan bicarannya tengah emosi. Gina mendengus dan tamparan itu mendarat manis di pipi putih Taehwan. Beberapa orang tercengang melihat seorang Gina menampar lelaki di depan umum. Gina tersenyum melihat wajah syok yang diperlihatkan Taehwan beberapa menit lalu.
“Aku hanya ingin memberitahumu jika aku sedang mengandung anakmu,” wajah Taehwan makin masam. Ini tak mungkin. Sial, ia memakai pengaman waktu itu. Tapi…
“Kau tahu, mempermalukanmu adalah hal yang paling menyenangkan di dunia ini,” Gina bangkit dari duduknya. Sebelum ia meninggalkan Taehwan ia menyempatkan tangan cantiknya meraih gelas minumnya dan menumpahkannya pada Taehwan. Lelaki itu masih diam, terlalu terkejut oleh kejutan yang diberikan Gina.
Beberapa orang nampak menatap ngeri pada Gina. Wanita yang biasanya bersikap tenang dan santun itu ternyata bisa melakukan hal-hal diluar akal sehat.
Gina melenggangkan kakinya meninggalkan café. Di dalam mobil ia menahan rasa sakit, matanya memerah. Tangannya meraba-raba perutnya yang datar. Bayi? Ia bahkan tak pernah merencanakan untuk memiliki bayi dari lelaki bajingan seperti Taehwan. Lelaki itu malapetakan baginya.
Gina mengambil ponselnya,
“Eoni, siapkan tiket ke Itali. Penerbangan hari ini,” ujar Gina lalu menutup telponnya. Gina menarik napasnya lalu membuka pintu mobilnya.
Gina duduk bersandar dalam kursi kemudi. Semua terasa menyakitkan sekarang. Mungkin ini akibat yang ia dapat dari kesalahan masalalunya. Ia merusak kebahagiaan Donghae dan istrinya, menghantui rumah tangga Yunho dengan mengharapkan lelaki itu. Gina menghapus air matanya.
“Sayang… Eoma harap kau tidak tumbuh seperti Eomma atau Appa-mu,”
Beberapa hari lalu, sebelum ia bertemu dengan Yunho, ia merasakan gejala yang sangat tidak wajar. Ia tak menyukai roti dan malah menyukai makanan berat yang bisa membuat berat badannya naik drastis. Ia tak menyukai bau amis pada makanan, padahal ia menyukai susu dan keju. Gina memang tak mengalami morning sick, tapi… entah kenapa ia malah nekat melakukan pemeriksaan pada salah satu dokter kandungan yang dikenalnya. Hasilnya ia hamil delpapan minggu. Janin itu ada di dalam perutnya selama delapan minggu, sejak kejadian buruk itu. Sejak ia menemukan dirinya tengah terbalut selimut bersama lelaki bajingan itu.

***

“Habisi dia segera,” Taehwan tersenyum masam, ia meneguk vodkanya hingga tandas. Seorang lelaki berjas hitam tersenyum penuh kelicikan. Jangan katakan dia Boy jika ia tak bisa membunuh orang. Membunuh adalah salah satu hobinya, menghabisi, menindas dan membuat orang tak berdaya. Tak ada rasa kasihan dalam kamusnya.
“Baik bos,”
“Jangan sampai tertangkap,” ingat Taehwan lagi
Boy tersenyum angkuh.
“Akan aku lakukan sesuai perintahmu,”
“Lakukan saat lelaki itu sudah pulang dari rumah sakit, karena itu lebih memungkinkan ia mati dengan cepat,”
“Baik,”
“Pergilah,” Taehwan mengusir Boy.
Pikirannya kacau saat ini. Dan si jalang Gina mengatakan ia hamil anaknya? Yang benar saja, wanita murahan seperti Gina memang tidur dengan sembarang lelaki ‘kan? Bukan hanya dia. Benar bukan hanya dia, Gina pernah menjalin hubungan dengan Donghae, dekat dengan Yunho bahkan menjalin kasih dengan pengacara tempramen itu, besar kemungkinan anak itu bukan anaknya.
Taehwan terus mengingat semua ucapan Gina. Ia ingin membantah apa yang dituturkan oleh Gina, tapi hati kecilnya menantang itu. Sial… Tidak mungkin ia sampai seceroboh itu, tak memakai pengaman dan berakibat fatal seperti ini.
***

Beberapa pakaiannya sudah tersusun rapi di dalam koper. Nayoung duduk di tepi ranjang, ia mengambil sebuah benda yang selama ini disembunyikan di dalam tumpukan baju-bajunya. Senyum lelaki itu tampak cerah menghiasi wajah tampannya. Wajah yang selama ini terus menghantui mimpinya. Nayoung menarik napasnya. Serindu ini kah Nayoung pada suaminya? Hanya dengan melihat wajah lelaki itu di poto saja bisa membuat jantungan berdegup semakin kencang.
Nayoung mengambil ponselnya di dalam laci. Selama menyendiri ia memilih untuk mematikan nomor ponselnya. Ia melihat beberapa pesan singkat dan pesan suara. Beberapa dari rekan kerjanya yang mengatakan turut berduka cita atas musibah yang dialaminya, beberapa lagi dari ibu mertuanya, adik iparnya dan adiknya dan yang paling banyak adalah pesan singkat dari suaminya. Nayoung tersenyum membaca beberapa pesan yang mereka ucapkan. Semua berisi tentang semangat dan lelucon yang membuatnya tersenyum simpul. Sampai pada pesan ke tigabelas yang ada di ponselnya. Nayoung tertegun. Pesan itu tak panjang, namun membuat hatinya mencelos.
“Kau sudah makan?”
“Apa kau baik-baik saja? Aku sedang tak baik-baik saja. Tapi jangan khawatir, aku bisa mengontrol diriku. Aku mencintaimu,”
“Hari ini terasa berat sekali, apakah kau merasa begitu?”
“Aku merindukanmu,”
“Kau sudah baikan? Maafkan aku karena aku terlalu pengecut,”
“Take your time, Honey,”
“Apa kabarmu? Aku buruk sekali hari ini. kau tahu aku memaki dan berkelahi dengan Donghae,”
“Jaga dirimu, aku meridukanmu,”
Nayoung terisak. Hatinya terasa tersayat membaca setiap pesan-pesan yang Yunho berikan. Tak pernah sekalipun Yunho absen memberinya kabar. Entah itu hanya kata rindu atau kekacauan perasaannya. Nayoung merasa bersalah karena terlalu egois. Ia tak memberikan lelakinya kesempatan yang seharusnya Yunho dapatkan. Ia melukai hati dan jiwa lelakinya.
Nayoung lalu membuka pesan suara yang ditinggalkan Yunho.
“Merindukanku? Aku juga merindukanmu dan sejujurnya aku merindukan anak kita. Aku tahu selama ini aku egois, tak pernah memikirkan perasaanmu,” terdengar Yunho tengah mengambil napas di sana. Suaranya terdengar frustasi dan lemah. “Aku benar-benar merindukanmu,” Yunho terisak. Sesak di dadanya terasa sekali. Yunho mengusap bulir air mata yang lolos. “sangat merindukanmu,” beberapa menit hanya keheningan yang terasa sebelum suara isakan tangis Yunho terdengar.
Nayoung terdiam. Ia mengusap air matanya yang mengalir, sudah cukup penderintaan yang ia berikan pada Yunho. Saat ini bukan hanya ia yang kehilangan calon anaknya, tapi juga Yunho—yang sama sekali belum pernah melihat bagaimana bentuk calon anaknya(janin). Nayoung baru merasakan betapa egoisnya ia selama ini. Ia merasa selama ini hanya ia yang tepruruk tapi kenyataannya Yunho juga terpuruk. Lelaki itu hanya diam sebagai perlindungannya.
Nayoung kembali membukan pesan suara itu secara acak. Yunho… lelaki itu bernyanyi. Bukan lagu romantis, hanya lagu lawas yang dinyanyikannya ditengah keheningan apartemennya.
(We met by chance along this road
Even now I can’t forget, ever since that day
Thing that live on, things that I believe in
While changing towards happiness
We’d both walk along together
Proud be yourlove) — Tohoshinki-Proud.
Nayoung menangis semakin kencang. Dadanya terasa sesak mendengar untaian lagu yang Yunho nyanyikan. Nayoung mematikan pesan suara di poselnya, lalu mengusap wajahnya yang penuh air mata. Ia akan kembali, ia sudah bertekad untuk tetap bersama dengan suami, lelaki dan pemimpinnya. Jung Yunho.
Nayoung mencoba menghubungi orang rumah, ia akan pulang sore nanti. Kemungkinan nanti malam ia baru sampai di apartemen Yunho. Semoga lelaki itu mau menerimanya lagi. Nayoung tersenyum
“Kakak…,” suara Jung in terdengar sangat ceria. Nayoung tersenyum
“Kau apa kabar, kak? Kami merindukanmu, terlebih lagi suamimu,” Nayoung tahu itu.
“Baik, Kakak akan segera pulang,” Jung in menjerit senang. Rasa haru menyeruak ke dalam hati Nayoung. Ternyata mereka masih mau menunggunya.
“Baiklah, kapan? Apa perlu kami menjemput di sana?” tawar Jung in
“Tak usah, aku bisa sendiri. Kau jaga Ibu saja ya,”
“Baiklah, sampai bertemu lagi, Kak.”
Nayoung mengangguk lalu mematikan sambungan telponnya dan Jung in.

***

Hyera memeriksa beberapa organ vital Yunho. Syukurlah tak ada yang kerusakan yang fatal, hanya beberapa cidera di pergelangan tangan dan rusuknya. Hyera tersenyum melihat Yunho yang sedikit lebih menurut dari beberapa hari lalu. Lelaki itu duduk tenang membaca informasi—entah apa itu—dari tab nya.
“Jangan forsir tenagamu,” ujar Hyera lembut
Yunho mendongak lalu tersenyum
“Oh, hmm… Bagaimana? Kapan aku bisa pulang?” Hyera mencibir. Apa dikepala lelaki itu hanya pulang,pulang dan pulang?
“Karena kau sudah jadi anak baik beberapa hari ini, maka aku akan mengabulkan permintaanmu,” ujar Hyera sembari bersidekap. Yunho tersenyum kecil
“Sekarang? apakah boleh?” tanya Yunho antusias.
“Aku akan menghubungi Yoochun dulu, biar dia yang mengantarkanmu,” ujar Hyera yang tak secara langsung menyetujui permintaan Yunho. Yunho tersenyum penuh kemenangan. Yeah… akhirnya dia bisa pulang. Rasanya ia sudah bosan duduk selama tiga hari di sini. Duduk, berbaring, duduk, menonton, makan, seperti seorang pesakitan—meskipun nyatanya ia, tapi ia tak mau mengakuinya—ia masih kuat dan bisa berjalan dengan normal. Mereka terlalu membesar-besarkan masalah.

***
Selesai berkemas, Nayoung menghampiri Bibi Han yang sibuk menyiapkan peralatan berladangnya. Nayoung menepuk bahu Bibi Han pelan. Bibi Han menoleh sembari tersenyum kecil.
“Kau kenapa?” tanya Bibi Han merasa tak enak.
Nayoung menggeleng “tak apa-apa Bi, ada yang ingin aku bicaran dengan Bibi,” ujar Nayoung sembari membimbing Bibi Han untuk duduk di ruang tengah. Bibi Han mengikuti Nayoung tanpa banyak bertanya.
“Jadi ada apa?” tanya Bibi Han bertanya langsung.
“Bibi, aku sudah memutuskan untuk kembali ke Seoul,” ujar Nayoung sembari menggenggam tangan Bibi Han. Wanita tua itu hanya tersenyum haru. Akhirnya setelah beberapa bulan ini ia meyakinkan Nayoung, ia mau untuk kembali ke pelukan suaminya.
“Kau sudah merasa baikkan?”
Nayoung mengangguk, sejumput air mata menggenang di sudut matanya. “aku baik-baik saja, aku hanya ingin memperbaiki kesalahan yang kami buat,” ujar Nayoung mengelus tangan Bibi Han yang sudah keriput.
“Baiklah jika memang keputusanmu sudah bulat, Bibi hanya bisa mendo’akan kalian. Bibi harap semuanya akan baik-baik saja,” Nayoung mengangguk. Bibi Han membuka bibirnya kembali, sepertinya ia harus menceritakan ini pada Nayoung.
“Nayoung-ya,”
Nayoung tersenyum “Ya?”
“Air putih itu, sebenarnya yang meletakkan Yunho sendiri,” Nayoung tercekat. Ia terdiam beberapa saat, Bibi Han menarik napasnya dan mulai menceritakan kenapa Yunho bisa sampai di sini. Nayoung tak dapat menahan air matanya. Bagaiamana sikap Yunho yang menurutnya sangat tak acuh ternyata memiliki sisi hangat. Lelaki yang jarang mengekpresikan dirinya perlahan mau menunjukkan sisi lainnya. Nayoung terisak kecil. Bibi Han tersenyum, mendekap Nayoung dalam pelukannya.

***

“Ibu….” Teriak Jung-in menghampiri Ibunya dan Nyonya Jung. Ia membuat kehebohan dengan teriakannya, membuat Nyonya Jung mendengus.
“Kakak akan kembali ke Seoul,”
Mereka—yang ada diruangan itu—terkejut mendengar penuturan Jung-in. Nayoung ingin pulang? Yang benar? Apa Nayoung sudah lebih baik? Rasa khawatir perlahan merambat kerelung hati Ibu dan mertua Nayoung. Tuan Jung yang berada di dapur—dan mendengarkan percakapan mereka—berdehem. Ia tersenyum sembari mengelus bahu istrinya.
“Mereka sudah besar, biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri. Jangan menjadi orang tua yang egois,” ujar Tuan Jung bijak. Nyonya Jung mengangguk
“Nayoung akan langsung pulang ke apartemennya?” tanya Nyonya Jung
“Hmm…” angguk Jung-in
“Nanti Kakak akan menelpon, Bibi dan Ibu tenang saja. Suara kakak terdengar bahagia,” ujar Jung-in. yang lain tersenyum sumringah. Syukurlah, biarkan mereka berdua berjalan sendiri, menapakai bahtera yang mereka bangun.

***
“Terima kasih sudah mengantarku,” ujar Yunho lalu keluar dari range rover milik Yoochun. Yoochun mengangguk sebagai balasan atas ucapan terima kasih Yunho.
“Cepat sembuh, aku rindu bersaing denganmu,” Yunho mengangguk dan tersenyum simpul.
“Kupastikan harga sahammu akan menurun jika aku sembuh,” jawab Yunho dengan candaan. Yoochun mengangguk
“Aku menunggu saat itu, Tuan,”
Yunho mengangguk.
“Aku pulang dulu, sampai bertemu nanti,”
Yunho melambaikan tangannya, ia melihat mobil Yoochun meninggalkan pelataran apartemennya. Dengan langkah tertatih Yunho melangkah masuk ke dalam apartemennya. Ada perasaan aneh yang menyelinap dalam hatinya. Ia tak tahu perasaan apa itu. Jantungnya bahkan berdegub lebih kencang dari sebelumnya. Ia menoleh ke belakang , tak ada siapa-siapa di sana. Yunho menarik napasnya sebelum masuk ke dalam lift.
Ting…
Yunho sampai di lantai ke tigapuluh di mana letak kamar apartemennya yang ditinggali bersama Nayoung. Ia bahkan belum mengirimkan kabarnya beberapa hari ini. biasanya ia akan mengirimi pesan singkat atau suara ke pada istrinya. Meskipun ia tahu istrinya tak akan membuka itu, ia hanya tak ingin membuat Nayoung cemas. Yunho sampai di depan pintu apartemennya, ia memasukan kombinasi kode ke sebuah alat yang disamping pintu.
Pintu terbuka, Yunho masuk ke dalam. Merasa ruangan apartemennya lebih segar dari biasanya. Mungkin hanya perasaannya saja. Pikir Yunho dengan santai, ia menghidupkan saklar lampu utama.
Klik…
Yunho terperangah dengan keadaan ruangan depan. Bersih, rapi dan wangi. Yunho bahkan tak mengizinkan siapapun masuk ke dalam apartemennya kecuali keluaga dan istrinya. Mungkin ibunya, tapi tak mungkin ibunya akan melakukan hal-hal remeh seperti ini. bukan apa-apa ibunya dari dulu tidak suka mengerjakan hal-hal rumahan. Ibunya hanya menyukai memasak, selain itu tidak. Apalagi sampai memperhatian detil tiap sudut ruangan. Bunga di sudut ruangan diganti, gorden yang selama kepergian Nayoung tak pernah teganti kini sudah berbubah menjadi warna keabu-abuan, kemudian pigura yang ada dirak juga berubah letaknya. Wangi ruangan ini juga berubah… Yunho benar-benar paham letak tiap barang dan bau yang ada di apartemennya. Yunho bergegas memeriksa beberapa ruangan lagi, jika memang semua berubah, kemungkinan ibunya menyewa jasa pelayanan rumah untuk membersihkan kamarnya, atau ia akan memberikan perintah pada Jung-in dan Jihye.
Yunho lalu bergegas ke ruang kerjanya. Ruangan itu terlihat rapi, bahkan bau ruangan itu sama dengan ruangan depan. Yunho meringis. Ia masuk ke dalam memeriksa beberapa detil meja kerjanya. Yunho menghela napasnya. Mungkin memang ibunya, tapi jika ibunya yang kemari pastinya ia mencurigai kalau Yunho tak ada di rumah selama beberapa hari ini.
Yunho mengerang frustasi sebelum kemudian ia melangkahkan kakinya menuju kamar. Ia butuh menenangkan dirinya sekarang, mandi lalu tidur adalah pilihan terbaik saat ini.

***
Nayoung masuk ke dalam apartemen yang selama beberapa bulan ini ditinggalkannya. Melihat bagaimana bentuk dan rupa apartemen yang mereka tinggali, membuat Nayoung yakin jika Yunho tak hidup dengan baik.
Ia melihat gorden yang belum diganti, beberapa barang yang letaknya tak berubah, sampah yang belum sempat dibersihkan Yunho, dapur yang sama sekali tak terjamah siapapun. Mungkin Yunho memilih untuk makan diluar dari pada berkutat di dapur. Nayoung meletakkan kopernya di kamar, kemudian mulai membersihkan beberapa perabot yang menurutnya sangat-sangat tidak bersih, mulai dari gorden, bed cover, sampai kamar mandi dan lemari pakaian Yunho. Setelah selesai membereskan ruangan, Nayoung bergegas memeriksa dapur. Isi lemari es benar-benar menunjukkan bagaimana kehidupan Yunho. Yang tertata rapi di sana hanya minuman beralkohol, beberapa air mineral, air soda, bahkan makanan instan pun tak ada di sana. Snack atau cake yang biasanya Nayoung letakkan di lemari es benar-benar dalam keadaan berjamur. Nayoung meringis. Apa Yunho hidup sehat? Jawabannya tidak. Ia menemukan beberapa punting rokok di asbak, belum lagi ia menemukan beberapa bungkus rokok yang masih bersegel di atas meja kerjanya. Benar-benar Jung Yunho yang sedang frustasi.
Nayoung merapikan dapurnya, membersihkan alat makan yang—entah sudah berapa hari—di bak cucian. Setelah semua beres, Nayoung menyemprotkan pewangi ruangan dan meninggalkan apartemen. Ia berencana untuk membeli bahan makanan dan peralatan mandi yang sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Facial foam yang Yunho biasa pakai sudah habis, pasta gigi mereka juga entah ke mana, belum lagi body wash yang biasa Nayoung letakkan di samping bak mandi habis tak bersisa.

***
Jung Yunho kau mulai gila.
Pikir Yunho dalam hatinya. Ia mencium bau lavender yang biasanya di pakai oleh Nayoung. Ia merasakan kenyamanan saat kembali ke apartemennya. Yunho bergegas ke kamar mandi. Ia tertegun sejenak, walaupun ia pelupa tapi Yunho tak akan melupakan barang yang selalu dipakainya. Kemana sikat giginya? Foam pencukur janggutnya juga tak ada, beberapa alat pembersih wajahnya juga entah kemana. Yunho melirik ke segala arah. Ini aneh. Apa semua habis? Masa ? Yunho mengerang sejenak sebelum kemudian mengambil handuk dan memilih untuk menghabiskan waktunya dibawah shower.
Yunho keluar dari kamar mandi dengan wajah yang segar, meski kerutan didahinya tak menghilang. Biarlah, masalah pembersih wajah ia masih bisa membelinya. Yunho mengambil salah satu kaos dan celana panjang di dalam lemari sebelum kemudian menyadari ada seseorang yang berdiri di ambang pintu.
Yunho tertegun, diam sejenak. Ia mengernyit, berhalusinasikah ia? Mungkinkah istrinya kembali? Apakah mungkin? Yunho diam. Kakinya enggan beranjak dari tempat ia berdiri. Ia masih diam mengamati wajah yang selama ini selalu mengisi relung hatinya. Ia terlihat jauh lebih kurus, wajahnya pucat. Wanita itu masih mematung di sana. Enggan untuk mendekat, Nayoung seakan takut untuk mendekat. Ia takut akan penolakan yang diberikan oleh Yunho—meski hati kecilnya mengatakan, Yunho tak pernah menolaknya.
“Kau kembali?” Yunho bertanya setelah keheningan mendominasi. Nayoung mengangguk. Matanya menelisik ke tubuh Yunho. Bekas luka? Yunho berkelahi? Apa yang terjadi? Nayoung mendekat tangannya terulur secara spontan untuk mengelus permukaan wajah suaminya.
“Kau berkelahi?” tanya Nayoung khawatir. Yunho menggenggam tangan Nayoung hangat.
“Tidak, hanya luka ringan. Nanti juga sembuh,” Yunho tersenyum simpul, sebelum mengecup tangan wanita yang dicintainya.
“Aku merindukanmu,” bisik Yunho sebelum memeluk istrinya ke dalam dekapannya. Nayoung mengangguk, ia terisak. Mereka berdua hanyut dalam suka cita yang selama ini tak pernah mereka rasakan. Kehilangan akan membuat manusia lebih kuat, kehilangan akan membuat mereka menyadari apa arti kepemilikan yang sesungguhnya, dan kehilangan adalah satu-satunya jalan untuk membuat seseorang belajar tentang menghargai.

***
Hyejin merasakan kontraksi, ia merasa tak nyaman dalam tidurnya. Hyejin menggapai lengan Donghae yang tertidur pulas di sampingnya.
“Hae-ya…” panggil Hyejin kesakitan. Donghae yang memang tak pernah tidur lelap langsung terbangun dan menyadari keanehan pada istrinya.
“Kenapa?” tanya Donghae cemas
“Sepertinya aku… akan… melahirkan,” ujar Hyejin menahan kesakitan yang luar biasa. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Donghae bergegas untuk menyiapkan mobil dan membopong Hyejin ke rumah sakit.
Di dalam ruang bersalin, Hyejin terus mengejan untuk mengeluarkan bayi mungil yang ada di dalam perutnya. Donghae sudah mengatakan untuk melakukan operasi, namun istri cantiknya itu memilih untuk melakukan persalinan normal. Hell… bagaimana bisa istrinya memilih cara tradisional ditengah kecanggihan teknologi seperti ini. ada banyak metode untuk melakukan persalinan, dan istrinya tetap keukeuh untuk melakukan persalinan normal. Nanti, Donghae akan membuat perhitungan pada istrinya, karena telah membuatnya menunggu cemas sembari menggigiti kukunya di depan pintu bersalin.
Sejujurnya ia ingin sekali menemani Hyejin berjuang di dalam sana, namun apa daya, ia sendiri juga gemetar melihat darah. Donghae mondar-mandir di depan ruang bersalin, bibirnya berkomat-kamit membacakan do’a dan—kadang—sumpah serapah agar istrinya selamat dalam melahirnya buah hati mereka.
Tangis kencang dari dalam membuat Donghae membeku. Ia diam sejenak, mencerna apakah anaknya sudah lahir? Laki-laki atau perempuan? Donghae berjalan semakin cepat di depan ruang bersalin.
“Cepat keluar… ayoo… cepat…,” bisik Donghae tak sabaran.
Klek…
Pintu ruang bersalin terbuka. Dokter Go yang merupakan Dokter terbaik di rumah sakit ini datang sembari tersenyum pada Donghae. “Selamat Pak, istri anda melahirkan putra yang sehat,”
Donghae tersenyum sumringah. Spontan ia berteriak. Yeah, membuat beberapa orang menatapnya maklum. Donghae mengusap punggung lehernya segan.
“Terima kasih, apakah mereka berdua baik-baik saja?” tanya Donghae
Dokter Go mengangguk. “Mereka baik-baik saja,” Donghae tersenyum.
“Anda bisa menemui mereka sepuluh menit lagi, setelah dipindahkan ke kamar VIP,”
***
“Kau sudah makan?” tanya Nayoung sembari mengobati luka yang ada diwajah Yunho. Lelaki itu menggeleng lembut.
“Mau aku buatkan sesuatu?” tanya Nayoung kembali. Yunho menggenggam tangan Nayoung kemudian menggeleng.
“Ayolah, kau baru pulih dari kecelakaan. Kau memerlukan makanan tambahan yang banyak.”
“Pesankan masakan siap saji saja, aku tak ingin kau sibuk dan mengabaikan aku,” Yunho memeluk istrinya dengan sayang. Mereka diam menikmati kebersamaan yang hilang beberapa hari ini.
“Baiklah, aku pesankana makanan di kedai Paman Kim, bagaimana?”
“Terserah,” Yunho memejamkan matanya. Sesekali mengecup lembut bahu Nayoung. Nayoung tersenyum, hatinya terasa senang, bahagia dan terharu. Lelakinya masih mau menerima semua kekurangannya.
“Lepaskan dulu, aku mau menghubungi Paman Kim,” Nayoung mencoba untuk melepaskan pelukan erat tangan Yunho. Lelaki itu hanya menggeleng lemah, lalu memeluknya semakin erat.
“Pakai ponselku,” ia menyerahkan ponsel pintarnya pada Nayoung.
***
Lelaki itu menggeram frustasi, jika begini ceritanya bagaimana ia bisa membunuh Yunho. Ia menarik napasnya kesal sebelum melihat seorang lelaki berpakaian usang hendak masuk ke dalam. Hmm… ia bisa memanfaatkan situasi ini.
Bugh…
Lelaki tua itu tersungkur ditanah. Orang bayaran Taehwan akhirnya mengambil kotak yang berisi makanan di dalamnya. Senyum licik itu terasa nyata dan puas.
Ia mengambil sebuah botol kecil, botol yang ia sebut sebagai racun penjemput maut. Botol racun yang sekali dicicipi akan membuat sang korban tidur dengan sangat nyaman

***
Nayoung bergegas membuka pintu apartemen, ia melihat seorang lelaki tua mengantarkan pesanan mereka. nayoung tersenyum saat memberikan beberapa lembar uang kepada lelaki itu. Tak ada rasa curiga ataupun mengganjal saat melihat lelaki itu. Nayoung menarik napasnya lalu menyiapkan makan malam mereka.
“Sudah datang?” tanya Yunho keluar dari kamarnya. Nayoung mengangguk ia menuangkan ramen ke dalam mangkuk dan menyeduh teh hangat untuk Yunho.
“Duduklah, aku sudah menyiapkan makanannya untukmu,” ujar Nayoung lalu membawa mangkuk tadi dan teh hangat diatas meja makan. Yunho tersenyum, hatinya menghangat. Ia senang, meski ia harus melewati cobaan yang menyakitkan, Yunho akhirnya bisa menghargai waktunya bersama dengan orang-orang yang dikasihnya.
Senyum Nayoung tak pernah lepas dari bibirnya. Tentu saja, rasanya menyenangkan bersama dengan lelaki yang kau cintai, walaupun ia harus mendapatkan kenyataan pahit. Tapi ia pikir, putrinya akan baik-baik saja di alam sana. Ia dan Yunho hanya belum diberikan rezeki untuk menjaga anak pertama mereka.
“Makanlah,”
Yunho mengangguk lalu mengambil sumpit untuk menyicipi ramen yang telah disajikan Nayoung di atas mejanya. Beberapa menit hanya terdengar deru napas mereka, Nayoung membiarkan suaminya memakan ramen itu dengan lahap, melihat bagaimana wajah lelaki itu. Nayoung tahu beberapa bulan ini ia sangat egois. Membiarkan orang yang dicintainya menderita. Jemari Nayoung perlahan menggenggam tangan Yunho yang ada di sisi kanan mangkuk. Yunho memandangnya sembari tersenyum. mereka diam menikmati nuasana intim yang entah dimulai sejak kapan. Saat Yunho ingin mengambil tangan istrinya untuk dikecup, saat itulah semua terasa sangat menyakitkan. Perutnya….

***
Nayoung menangis meraung menatap Yunho yang terkapar di dalam ruang gawat darurat. Ia hanya bisa menangis dan menangis. Anggota keluarga mereka nampak iba melihat Nayoung yang masih terpaku di depan pintu ruang gawat darurat. Tuan Jung memilih untuk berdoa di gereja, semoga Tuhan bisa memberikan mukzijat pada putranya. Tuan Jung tahu, Yunho memang bukanlah orang suci, dan Tuan Jung berharap jika Tuhan mau memberikan kesempatan kedua untuk putranya.
Dokter mengatakan racun itu telah menyebar ke seluruh aliran darah Yunho, jika tidak kematian maka kemungkinan besar, organ-organ tubuh Yunho akan disfungsional, entah itu otak, hati atau jantungnya. Berharap pada keajaiban Tuhanlah kita sekarang.
Tuan Jung masih ingat jelas bagaimana Dokter mengatakan itu pada mereka. Malam tadi Nayoung menghubungi mereka semua dengan suara tangisnya, dan saat mereka sampai di rumah sakit, menantunya hanya dapat terduduk di samping kursi tunggu—didepan pintu ruang gawat darurat. Nyonya Jung dan ibunya hanya dapat memeluk Nayoung. Memberikan kekuatan moril untuk putri mereka.

***
Dokter kembali memanggil keluarga Yunho, ia harus mengatakan jika kondisi Yunho saat ini tengah kritis. Tak banyak yang bisa mereka lakukan, karena semua tergantung dari keajaiban Tuhan saat ini. Nayoung dengan sabar mendengarkan apa yang dikatakan oleh dokter. Jika memang kondisi suaminya tak ada kemajuan hingga pekan depan, kemungkinan seluruh organ vital suaminya akan lumpuh total.
Nayoung terisak dipelukan Ibunya, Nyonya Jung juga ikut memberikan saluran energy positif pada menantunya.
“Yunho pasti akan kembali, nak.” Nayoung mengangguk

***
“Bagaimana Daddy, indah bukan?” senyum anak itu cerah sekali. Yunho mengangguk, pantas saja putrinya lebih memilih untuk tinggal di sini. Yunho merasakan hatinya tenang dan nyaman, meski ia tahu ia merindukan seluruh keluarganya yang ada di sana. Yunho terdiam, memandang putrinya yang sibuk mencermati apapun yang ada di hadapannya.
“Sudah waktunya, Daddy meninggalkanmu sayang.” Yunho mengelus puncak kepala putrinya
Gadis kecil itu memberengut, ia ingin memeluk ayahnya untuk terakhir kali sebelum benar-benar meninggalkan mereka.
“Aku menyayangi Daddy,” ujarnya dengan nada lirih dan nyaris tak terdengar
“Daddy juga, sayang….” Kecupan itu mendarat di dahi putrinya. Sebelum semua menjadi cahaya yang menyilaukan.

***

Beberapa Tahun kemudian…
“Dia pasti akan setampan ayahnya,” Donghae berujar bangga pada putra pertamanya yang diberi nama Andrew Lee. Yunho terkekeh geli mendengar penuturan Donghae. Ia terlalu sesumbar mengatakan jika Andrew akan mewarisi wajah tampannya, padahal menurut Yunho, Andrew lebih mirip dengan Hyejin. semuanya, kecuali bola mata itu.
“Nanti aku akan memasukkan Andrew ke klub sepak bola, jika ia sudah cukup umur” Yunho memandang sahabatnya sejenak kemudian berdehem. Ia menatap kearah istrinya dan istri Donghae yang sibuk berbelanja di Mall milik Yunho.
“Baguslah, jadikan ia jagoan yang bisa melindungi wanita. Jangan seperti ayahnya yang hanya bisa membuat wanita menangis,” sindiri Yunho lalu menegak air mineralnya. Donghae mendengus kesal, lalu mengalihkan padangannya pada putra pertama mereka. ia memang memiliki gesture wajah Hyejin, tapi Donghae yakin dalam diri anaknya akan selalu mengalir tekad dan sikap pantang menyerahnya. Pasti.
Yunho tersenyum miris. Ia memang sudah merelakan putrinya di surga sana. Tapi terkadang ada rasa sedih yang menyelip di dalam hatinya. Jika saja waktu dapat diputar kembali, maka semua ini tak akan seperti ini. namun apalah dayanya, ia hanya seorang manusia yang selalu membuat kesalahan, dan akan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Yunho menarik napasnya.
“Ku dengar, Gina melahirkan seorang putra,” Donghae membuat Yunho terperanjat. Benarkah?
“Maksudmu?”
“Sejak kau koma dan melakukan pemulihan, Gina pergi ke luar negri untuk menutupi kehamilannya. Aku tahu ini dari manajernya. Dan kemarin, Manajernya juga mengatakan anak Gina sudah besar dan akan bersekolah di Seoul. Apa menurutmu….” Donghae tak melanjutkkan ucapannya saat melihat istrinya dan Nayoung berjalan ke arah mereka. donghae melambaikan tangannya memberikan isyarat mereka di sini.
Nayoung tampak cantik dengan dress selututnya, memamerkan perut buncitnya. Begitupula dengan Hyejin yang juga tengah mengandung anak keduanya. Yunho sempat mengejek Donghae manusia barbar yang tak bisa mengendalikan hawa napsunya. Padahal Andrew baru berusia tiga tahun, dan ia harus segera memiliki adik? Yunho menggeelng melihat sikap Donghae itu.
Nayoung berdiri di sampingnya sembari tersenyum. senyum yang menjadi awal dan akhir kehidupannya. Yunho memeluk pinggang istrinya dengan posesif. “Dia tidak nakal ‘kan?” tanya Yunho sembari mengelus perut istrinya yang sudah sangat besar. Delapan bulan. Dan selama delapan bulan Yunho amat sangat tersiksa dengan keanehan istrinya, sebenarnya ia juga menikmati siksaan itu. Semenjak hamil, Nayoung lebih sensitive dan agresif. Itulah yang ditangkap Yunho, ia cukup trauma dengan kehamilan pertama istrinya dan saat Tuhan memberikannya kesempatan untuk menimang anak, Yunho menjaga benar janin yang ada di dalam rahim istrinya.
“Ehem…” Donghae membuat mereka berdua—Yunho dan Nayoung yang sedang berpandangan mesra—teralihkan.
“Kalian benar-benar.” Sungut Donghae
“Diamlah, jangan terlalu berisik Donghae. Anakku sedang tidur,” kesal Yunho sembari mengelus perut istrinya. Donghae mendengus kesal. Yah begitulah kehidupan mereka sekarang, semua kejadian masalalu itu membuat mereka belajar untuk saling percaya dan saling menguatkan. Taehwan? Lelaki itu lolos dengan lihainya, tapi sayang ada sejumput rasa bersalah yang terus menghantuinya. Setiap melihat gelak tawa seorang bocah, maka ia akan bertengkar dengan batinnya. Antara si jahat dan si baik, sisi buruk dan sisibaiknya. Tahewan tak memungkiri, ia memiliki rasa sayang pada makhluk asing yang bahkan ia tak tahu bentuknya. Taehwan memilih untuk meninggalkan Seoul dan memperluas jaringan usahanya di Amsterdam. Gina memilih untuk keluar dari persembunyiannya, memberikan kebebasan bagi putranya untuk mengenal tanah kelahiran sang ibu. Gina tak sekalipun menghubungi Donghae atau Yunho, biarlah mereka bahagia dengan keluarga kecil mereka. ia juga sudah bahagia memiliki Stefan Park dalam hidupnya. Park? Benar, Gina memilih untuk tetap memakaikan marga ayah Stefan dari pada marga dirinya. Meski ia merasa sakit hati dan dendam, namun darah lelaki itu mengalir dalam diri Stefan.
Yunho… ia belajar banyak dari setiap kehidupan yang ia jalani. Ia lebih menghargai istrinya dan keluarga besar mereka. memilih mendengarkan apa yang ibunya katakan dan menurut seperti anak baik-baik, daripada ia membantah setiap kata ibunya dan berakhir pada pelototan mata sang istri. Cukup sekali Yunho menerima amukan dari Nayoung, karena ibunya mengadu yang tidak-tidak. Yang benar saja sejak kapan ibu mertua mengadu pada menantu. Ibunya benar-benar keteraluan—kadang.
Yunho tak pernah menceritakan jika ia bertemu dengan putri mereka di alam mimpi. ia tak ingin membuat Nayoung bersedih. Cukup ia yang merasakan siksaan seperti itu, ia tak ingin membebani perasaan Nayoung. Kasih istrinya tak akan pernah ada habisnya, Nayoung selalu ada di sampingnya saat ia membutuhkan wanita itu. Tak sekalipun Nayoung mengeluh pasca pemulihannya. Hidup memang tak pernah diduga selalu ada kejutan-kejutan manis yang akan menghiasi langkahnya ke depan.
Yunho mengecup rambut istrinya, Terima kasih Tuhan kau berikan satu keajaiban pada kami di sini. Ujar Yunho tulus. Nayoung tersenyum sembari memeluk pinggang suaminya.

THE END

 

 

27 respons untuk ‘Secret in marriage

  1. SeptiaTrie berkata:

    End? Ah terharu :’) Setelah berbagai masalah dari yang mudah sampai tersulit udah dilalui oleh semua yg main(?) di sini. Aku suka aku suka aku suka, nggak ngegantung. Nayoung-nya hamil \^_^/ Aduh bingung mau ngomong apa lagi, ya walaupun ada beberapa typo yg mengganggu. tapi nggak apa-apa deh hihihi, Eh iya baca part ini aku udah senyam-senyum sendiri, deg-degan, tertawa sampe terharu aduh 😀 Selalu semangat ya buat segalanya ^_^9 Oh, iya maaf juga kalau aku ngomen nggak disetiap part FF ini, maaf bgt :’D

  2. syifasuju18elf berkata:

    happy ending……
    gx jady ngamok karena pas buka ada 2 part yg menunggu untuk dibaca…
    suka……..endingnya….
    pas and jelas gx terlalu nggantung.
    suka-suka-suka…. buat ff yg castnya yunppa lagi ne author……. soalnya jarang ada ff yunppa yg berpart2 gini. ini aa nungguinnya lama bangetz….
    fighting buat karya2 selanjutnya….

  3. jin ara berkata:

    Ko sedih ya pas baca ff ini udh end??? Padahal gemes banget tiap nungguin authornya update tiap part nya. ….. ngikutin ff ini dr part awal pas taun lalu berasa a long time ago mian jd melankolis….. tapi bener aku jatuh cinta sama karakter nayoung di sini sama yunhonya juga ga ngeyel hahahahaa baca tulisan end di atas berasa udh meninggalkan tempat dan akan pergi jauh 😦 suka banget sama blog ini dan ya ya kayanya coment saya harus di akhiri sebelum tambah ngelantur 🙂 oke love this blog

    • Vii2junshu_kim berkata:

      hahahahahaha

      aaakkk.. maksih banyak, sumpah authornya kesanjung…. wkekekekeke
      tenang, authornya masih berkarya kok *duagh*
      just promo aku skg bnyakan di wattpad sih http://www.wattpad.com/user/MrsBebek
      kemungkinan epilognya bakalan aku apdet di sana, mungkin ada oneshoot2 gitu buat ngilangin kangen para readers. tapi saya ga janji.
      thankyuuuu, ini ff udah jamuran dari kapan tahun,,, hehehehe

  4. lestrina berkata:

    Happy ending yg membahagiakan… Ga rela ff ini tamat, pengen lagi hehehe.
    Dibuat sequel yg bagian gina n taehwan ya. ya wes ditunggu ya next storynya ya

  5. g.elf@zOld berkata:

    Yeyayyy happy end :D..
    Tp sedih jg uda selesai, ada sequel kahh??
    Dan semoga broken marriagenya jg bakal dilanjut 🙂 🙂
    Fighthing eonnie 😀

  6. eunkyupit/pipit berkata:

    woooaa… The end… Happy ending vi,, tp kisahnya si taehwan sama gina agak nggantung sih ya, taehwan tau nggak klo dia udh punya anak? Kan dulu pas gina bilang dia hamil anak taehwan, si taehwan bilang nggak percaya gitu.. Tp emang sih, di ending ada scene taehwan rada sedih klo liat bocah kecil… Jd ky blm tuntas aja ceritanya. Semoga ada plan bikin epilog ya, kkk~
    Tp overall cerita ini oke 🙂

    • Vii2junshu_kim berkata:

      wkwkwkwkwk…
      makasi mbak pit, maaf smsnya kemarin ga kebales, soalnya ga ada pulsa.
      terus bebe rusak. nomor2nya ga kesimpan mbak pit…
      ntar sms yah… wkwkwkwk

      iyaa.. rencannya mau bkin skuel Gina Tae…
      tapi liat sikon dulu sih, wkwkwkwkwk
      makasih udah nunggu mbak pit ^^

      • eunkyupit/pipit berkata:

        oalaahh.. Kirain nomermu ganti vi.. Oke ntr aku sms..
        Untung bebe mu yah yg rusak, bukan bebek-mu. Hahahahha..

        Sip oke, ditunggu next story nya vi 🙂

      • Vii2junshu_kim berkata:

        hahahahahaha….
        jangan klo bebeknya rusak saya makin ga to the laaauu…
        wkwkwk soalnya ga ada yang kirimin duit *plak*
        wkwkwkwk

        oke okeh :* thank u mbak piitt… hihihi

      • eunkyupit/pipit berkata:

        galau ye? Eke juga galau,, gara2 ada idol yg pacaran (males sebut nama!) secara aku kan khuntoria shipper , hiks 😦
        Km juga khuntorian toh? Baru tau aku pas km update status di fb vi..

  7. dinnur berkata:

    yeay…. happy ending
    akhirnya masalah2 selesai, tapi masih penasaran sama moment yunho nayoung dan anak mereka, bikin sequel dong eonni
    ditunggu karya2 yg lain^^

  8. An mimi berkata:

    Hueeeee udah end aduuhhhh hiks hiks hiks gak bisa baca crita abang uno si ata musang lagi… Tapi tapi kapan kapan bikin crita bang uno lagi ya mba vivi #kedip2mata# beneran deh suka saya sama critanya tapi gak papa smoga nanti saya bisa baca karyamu lagi smangaatttttt

    • Vii2junshu_kim berkata:

      amin… makasiii :*

      nah nah nah…
      belom ada ide apa-apa ini mau buat drama 🙂 *nyengir*
      wkwkwkwkwk
      lagi butek sih soalnya… hohoho
      makasih udah nungguin ^^ kapan2 mampir ke akun saya yang lain di wattpad 🙂 Thank u yah :*

  9. ci2t berkata:

    wah bru tw kalo ad lanjutannya….
    walopun endingnya happy, tp knp q jadi sedih ya FF nya TAMAT
    keren bget FF nya vi….. bakalan kangen nhe kalo gni
    bikin oneshoot nya, kaya moment nayoung waktu hamil, ato momen mereka bertiga……

  10. Shin Min Mi berkata:

    meleleh baca part ini, kirain mo sad end ternyata happy end.. senengnya 😀
    eh iya, yg broken marriage beneran ga di lanjutin…? lanjutin dong jebal… ^^

  11. ongnisong berkata:

    onnie ff kamu bagusssss banget! aku jadi fans kamu deh.aku trima kasdih karena kamu nggak pake pw-pw an dan itu sebenarnya yang bikin pembaca banyak ngunjungi block kamu.karena terkadang pembaca bosan harus nunggu pw buat ngebaca ff itu dan udah dech itu ff di lupain.
    onni aku nungguin ff kamu selanjutnya deh terus buat yang bagus ya chukae and hwaiting..azza…azza…hwaiting gomawo and anniong 🙂

  12. kwonyunhee berkata:

    Ahhh, kelar semua masalahnyaa aaaa ruar biasaaah ruar biasaa
    Nggak nggantung eoon, suka suka. Happily ever after deeh, selamat mnmpuh hidup bru deh yaa yun oppa sm hae oppa kekekee

  13. vera berkata:

    aaaaaa thankyou min… akhirnya beres juga ini ceritaaaa… terharu bgt. sedih tapi seneng. suka sama plot dan endingnya. terenyuh bgt pas mreka balikan. :’) keep writing ya min. kembangkan ide berkilau lainnya 😉

Tinggalkan Balasan ke Vii2junshu_kim Batalkan balasan